SEJARAH SINGKAT

SMP Negeri 1 Magelang menempati gedung sekolah bekas peninggalan zaman Belanda yang hingga kini telah beberapa kali direnovasi. SMP Negeri 1 Magelang memiliki berbagai cerita bersejarah yang berkaitan dengan perjuangan zaman penjajahan. SMP Negeri 1 Magelang memiliki luas 7.600m2 yang terletak di Jalan Pahlawan 66 Kota Magelang. Dari segi wilayah, sekolah ini berada di Kampung Botton, Kelurahan Magelang, Kecamatan Magelang Tengah, Kota Magelang.

Lembaga pendidikan ini berdiri pada masa penjajahan Jepang, yaitu tahun 1942. Pada masa itu lebih dikenal dengan nama SMP Botton, karena letaknya berada di Kampung Botton. Sekolah menengah pada masa penjajahan Jepang diberi nama “Syoto Chu Gakko” (Prastowo, 1945 : 17).

Menurut sumber lain, bangunan ini dulunya berdiri di atas tanah seluas 13.800 m2 dengan luas bangunan asli seluas 1875,5 m2. Dalam buku terbitan Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah tahun 2001 menyebutkan kalau gedung ini berdiri pada tahun 1930. Tapi hal ini belum bisa dikatakan akurat mengingat beberapa sumber juga menyebutkan bahwa bangunan ini sudah ada sejak tahun 1912.

Menurut sumber tersebut bangunan ini berdiri pertama kali pada tanggal 11 Maret 1912 dan terletak di Bottonweg 21 te Magelang. Dan difungsikan pertama kali sebagai MULO Goverment atau Meer Uitgebreid Lager Onderwijs milik pemerintah. MULO merupakan sekolah rendah yang diperluas untuk masyarakat pribumi dan timur asing setingkat SMP/SMA yang menggunakan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Sedangkan lama pendidikan di MULO yaitu selama 3-4 tahun. Beberapa sumber lain menyebutkan bahwa MULO pertama di dirikan pada tahun 1914. Pada jaman kolonial proses belajar mengajarnya masih menggunakan sabak sebagai tempat menulis dan grip sebagai pensilnya. Sabak itu terbuat dari lempengan batu hitam tipis berukuran sekitar 30 x 20 cm. Untuk menulis di atasnya menggunakan grip semacam batu hitam sebagai pensil yang diruncingkan. Cara meruncingkan dengan cara digosok-gosokkan pada pecahan genteng. Jika ingin menghapusnya bisa memakai daun atau kain yang digosokkan pada sabak tersebut sampai bersih. Nah para siswanya sendiri pada saat itu masih memakai jarit dan beskap dengan ikat di kepalanya. Tapi tentunya pada saat itu belum beralas kaki alias masih ’nyokor/nyeker’.

 

Di Kota Magelang pada masa Hindia Belanda hanya terdapat empat Sekolah tingkat menengah, yaitu MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), Sekolah Yayasan Kristen, Sekolah Menengah milik Perguruan Taman Siswa dan Sekolah Menengah tingkat atas MOSVIA (Midlebare Opleiding School Vor Inlandiche Ambtenaren). MOSVIA adalah Sekolah yang mendidik calon-calon Pamong Praja. Saat dibukanya SMP Magelang yang terletak di Jalan Botton (sekarang Jalan Pahlawan) sekolah tersebut baru mempunyai 4 kelas, dengan jumlah guru 4 orang, yaitu Bapak Soetedjo Atmodipoerwo (merangkap direktur), Bapak Soediman, Bapak Mardiyo dan Bapak P. Siagian (Prastowo, 1945 : 18). Mata Pelajaran yang disajikan adalah Pelajaran Umum, disamping Bahasa Jepang serta Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Kegiatan Belajar Mengajar pada saat itu harus disesuaikan dengan Kurikulum dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh penguasa Jepang.

Dibandingkan dengan Sekolah lain, SMP Negeri 1 Magelang memiliki nilai perjuangan yang ikut serta dalam meraih dan mempertahankan Kemerdekaan dari penjajah Jepang. Hal ini terbukti bahwa di lokasi lingkungan sekolah, terdapat tugu Pahlawan “Rantai Kencana”, untuk mengenang 3 orang siswa yang gugur membela gurunya yang pada waktu itu disekap oleh tentara Jepang. Siswa yang gugur diantaranya Prapto Kecik, Soeprayitno dan Surono ( Panitia Reuni, 1995 : 9 ). Nama rantai Kencana diambil dari Organisasi Siswa, yang pada saat ini setaraf dengan OSIS. Pencetusan nama Rantai Kencana merupakan hasil musyawarah pada pertemuan antara perwakilan siswa yang bernama Nakula Soenarto (kini Prof. Dr. Dipl. Ing. Dan Guru Besar pada Fakultas Teknik UI) dengan Bapak Soetedjo Atmodipoerwo (direktur).

Untuk mengabadikan Rantai Kencana, sampai saat ini nama tersebut dipakai untuk nama Komunitas Alumni SMP Negeri 1 Magelang, kelompok Drum Band SMP Negeri 1 Magelang serta nama majalah dinding sekolah. Perlu diketahui bahwa pada tangal 26 Oktober 1994, Ibu Mien Sugandi (mantan Menteri Negara UPW) berkenan hadir di SMP Negeri 1 Magelang untuk meresmikan tugu Pahlawan Rantai Kencana dan dalam rangka Reuni Besar Paguyuban Rantai Kencana. Disamping Ibu Mien Sugandi dan Ibu Inten Suweno (mantan Menteri Sosial), masih banyak lagi alumni yang menjadi orang penting/pejabat.

Seiring dengan lajunya perkembangan zaman dan pembangunan, SMP Negeri 1 Magelang telah mengalami pergantian kepemimpinan sekolah, sejaka masa penjajahan Jepang tahun 1942 sampai sekarang.

Berikut daftar nama Kepala Sekolah beserta masa baktinya :

  • Soetedjo Atmodipoerwo ( 1942 – 1944 )
  • P. Siagian ( 1944 – 1946 )
  • M.S. Hadisapoetro ( 1946 – 1953 )
  • Widyo Sapoetro ( 1953 – 1963 )
  • R.I. Soewarno ( 1963 – 1965 )
  • Rr. Soekarlina ( 1965 – 1972 )
  • Soenarto ( 1972 – 1983 )
  • Joko Sulih ( 1983 – 1989 )
  • Moeslikah ( 1989 – 1990 )
  • Hj. Dra. Armani ( 1990 -1994 )
  • Sutrisno ( 1994 – 1999 )
  • Th. Sri Ambarwati ( 1999 – 2004 )
  • Toto Karta Gunawan, S.H. (PLH 2004)
  • Drs. Harry Sumaryanto, M.Pd. ( 2004 – 2006 )
  • Bp. Papa Riyadi, S.Pd., M.Pd ( 2006 – 2012)
  • Kunadi, S.Pd., M.Pd. (2012-2017)
  • Nurwiyono Slamet Nugroho, S.Pd., M.Pd. (2017-2022)
  • Budi Wahyono, S.Pd. (2022-sekarang)

Telah disebutkan dimuka bahwa pada waktu berdiri hanya memiliki 4 kelas. Oleh karena kemajuan pembangunan, saat ini SMP Negeri 1 Magelang telah memiliki 24 ruang kelas dan ruang-ruang pendukung lainnya.

Perkembangan sekolah ini termasuk pesat karena merupakan satu-satunya sekolah milik pemerintah pada saat itu. Pantaslah jika bangunan SMP Negeri 1 Magelang ini sudah secara resmi ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya Tak Bergerak di Kota Magelang dengan nomer inventaris 11-71/Mga/TB/06. Maka di tanggal 11 Maret 2012 kemarin sekolah mengadakan Peringatan 1 Abad [1912-2012] dengan tema “Unforgetable Moment of 100 Years of SMP Negeri 1 Magelang Building“.

Sampai sekarang sesudah menjadi SMP Negeri 1 Magelang, sekolah ini merupakan sekolah favorit. Prestasi lokal, propinsi, nasional maupun internasional merupakan hal yang biasa, hingga terbentuklah slogan semangat kejuaraan “Tiada hari tanpa prestasi!!”.